Proyek family office yang diusulkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan kembali menjadi perbincangan publik. Gagasan tersebut awalnya dimaksudkan untuk menarik aliran dana investasi global ke Indonesia melalui skema pengelolaan kekayaan terpusat. Namun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai proyek ini.
Menurut laporan dari DEN, family office atau Wealth Management Consulting (WMC) merupakan firma penasihat yang memberikan layanan pengelolaan kekayaan bagi individu atau keluarga dengan aset bernilai tinggi. Konsep ini umum digunakan di negara-negara maju sebagai sarana untuk mengelola aset lintas negara sekaligus meminimalkan beban pajak.
Luhut sudah menyampaikan ide pembentukan family office sejak ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di era Presiden Joko Widodo. Rencana tersebut kemudian diteruskan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Rencana Pusat Family Office di Bali
Berdasarkan informasi dari DEN, pemerintah berencana mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pusat Keuangan dan Family Office di Bali. Kawasan ini akan dijadikan sebagai gerbang utama dana investasi asing yang akan masuk ke berbagai sektor riil di Indonesia, termasuk infrastruktur, energi, dan teknologi hijau.
Proyek ini awalnya dijadwalkan mulai beroperasi pada Februari 2025, namun hingga kini masih dalam tahap finalisasi. Luhut memastikan bahwa pemerintah terus mengejar percepatan keputusan dari Presiden agar inisiatif tersebut segera terealisasi.
“Saya kira masih berjalan, kita lagi kejar terus. Kita harap bisa segera diputuskan Presiden,” kata Luhut Binsar Pandjaitan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, pada Senin, 28 Juli 2025.
Dalam proses penyusunan konsep, pemerintah juga telah meminta masukan dari investor global ternama asal Amerika Serikat, Ray Dalio, pendiri perusahaan hedge fund terbesar di dunia, Bridgewater Associates. Kehadiran Dalio diharapkan dapat memberikan pandangan strategis agar konsep family office di Indonesia selaras dengan standar internasional.
Purbaya Tegas Tolak Dana APBN untuk Family Office
Meski idenya dinilai ambisius, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan sikap tegas untuk tidak membiayai proyek family office menggunakan dana negara. Ia menilai, inisiatif semacam itu sebaiknya dikelola secara mandiri oleh pihak pengusul tanpa membebani APBN.
“Saya sudah dengar lama isu itu, tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun saja sendiri. Saya anggarannya nggak akan alihkan ke sana,” kata Purbaya Yudhi Sadewa saat ditemui di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, pada Senin, 13 Oktober 2025.
Menurut Purbaya, setiap pengeluaran APBN harus difokuskan pada program-program prioritas yang memiliki dampak langsung terhadap masyarakat, seperti peningkatan infrastruktur dasar, pendidikan, dan kesehatan. Ia menambahkan bahwa prinsip tepat waktu, tepat sasaran, dan bebas kebocoran menjadi pedoman utama dalam pengelolaan keuangan negara.
Purbaya juga menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam proses pembentukan family office tersebut. Ia mengaku belum terlalu memahami konsep detail yang diusulkan oleh DEN.
“Nggak, saya nggak terlibat. Kalau mau saya doain lah. Saya belum terlalu ngerti konsepnya walaupun Pak Ketua DEN sering bicara. Saya belum pernah lihat apa sih konsepnya, jadi saya nggak bisa jawab,” ujarnya.
Sikap Purbaya menunjukkan kehati-hatian pemerintah dalam memastikan setiap proyek yang menggunakan dana publik memiliki dasar hukum dan manfaat ekonomi yang jelas. Dengan demikian, proyek family office harus mencari alternatif pendanaan lain, misalnya melalui investor swasta atau lembaga keuangan internasional.
Tujuan Family Office dan Potensi Ekonominya
Secara global, konsep family office bukan hal baru. Beberapa negara seperti Singapura, Swiss, dan Uni Emirat Arab telah lebih dulu mengembangkan pusat layanan serupa untuk menarik investor besar. Keberadaan family office di negara-negara tersebut terbukti mampu mendorong pertumbuhan sektor jasa keuangan sekaligus meningkatkan reputasi sebagai pusat investasi internasional.
Jika berhasil diimplementasikan, family office di Indonesia dapat menjadi sarana untuk menampung investasi asing secara langsung, memfasilitasi transfer dana lintas negara, hingga memperkuat posisi Indonesia sebagai hub keuangan Asia Tenggara. Namun tanpa dukungan APBN, pengembangannya kemungkinan akan bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, investor swasta, dan lembaga keuangan global.
Bagi Indonesia, peluang tersebut dapat membuka lapangan kerja baru di sektor keuangan, hukum, dan teknologi informasi. Namun, tantangan utama terletak pada penyusunan regulasi dan insentif pajak yang mampu menyaingi negara-negara tetangga yang sudah lebih dulu mapan dalam bisnis ini.
Referensi:
DetikFinance