Terkuak! Ini Penyebab Harga Beras Masih Sulit Turun Meski Stok Aman

Ilustrasi rak-rak penuh beras di toko—menggambarkan ironi harga beras yang tinggi meski pasokan terlihat melimpah. (Sumber: Freepik)
Ilustrasi rak-rak penuh beras di toko—menggambarkan ironi harga beras yang tinggi meski pasokan terlihat melimpah. (Sumber: Freepik)

Ilustrasi rak-rak penuh beras di toko—menggambarkan ironi harga beras yang tinggi meski pasokan terlihat melimpah

Kalau kamu merasa harga beras di pasar masih mahal, padahal pemerintah bilang stoknya aman, kamu gak sendirian. Beberapa penyelidikan menyebut ada beberapa faktor utama yang bikin beras susah turun harga meski pasokan lancar—ayo kita bahas satu per satu.

Ternyata penyebab pertama adalah harga gabah di tingkat petani yang naik, membawa efek domino. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyampaikan bahwa harga gabah rata-rata kini mencapai Rp 6.733 per kg, sedikit di atas Harga Pembelian Pemerintah. Meski pemerintah menyatakan pasokan beras aman, harga yang lebih tinggi di hulunya bikin harga akhir tetap mengeras.

Selain itu, ada masalah distribusi. Tersedianya stok beras bukan berarti mudah didistribusikan. Seperti yang diungkap Ombudsman, beberapa penggilingan sengaja membatasi distribusi ke pasar modern, lalu mendongkrak harga di pasar tradisional sebagai kompensasi. Strategi ini membuat harga di pasar tradisional kerap melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET).

Kemudian ada dilema kebijakan HET. Harga eceran tertinggi ini justru memicu ketidakseimbangan antar segmen, karena di pasar modern harga bisa sesuai HET, tapi di pasar tradisional, konsumen harus membayar lebih mahal sebagai akibat kompensasi rantai distribusi yang panjang.

Kondisi ekstrem seperti kekeringan juga ikut memperberat situasi. Presiden Jokowi menyebut bahwa penurunan produksi global akibat El Nino ikut berkontribusi pada kenaikan harga beras, karena pasokan beras menjadi menipis.

Faktor struktural lain datang dari kapasitas penggilingan yang tak proporsional. Menurut Menteri Pertanian, kapasitas giling kita jauh melebihi produksi padi nasional—116 juta ton versus 65 juta ton—menyisakan banyak mesin yang tak optimal digunakan. Ini menimbulkan inefisiensi dan rentan menambah biaya pengolahan beras.

✍️ Ditulis oleh: Fadjri Adhi Putra & Fahmi Fahrulrozi
📌 Editor: Redaksi Tren Media

Ikuti Saluran Resmi Trenmedia di WhatsApp!
Dapatkan berita terkini, tren viral, serta tips inspiratif langsung dari redaksi.

📱 Saluran Trenmedia 🍳 Saluran Resep Masakan Viral

Klik dan bergabung sekarang – update terbaru langsung masuk ke WhatsApp kamu!

BERITATERKAIT

BERITATERBARU

INSTAGRAMFEED