Ambisi Peremajaan Sawit 180 Ribu Hektare Sulit Tercapai, Ini Penyebabnya

Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dicanangkan pemerintah sejak 2017 kembali terkendala—meski target total 180 ribu hektare per tahun sudah ditetapkan, realisasinya jauh dari harapan.

Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrachman, mengakui bahwa hingga akhir 2025, realisasi PSR baru sekitar 50 ribu hektare, hanya sepertiga dari target yang ditetapkan. Tahun terbaik tercapai pada 2019, yaitu 94 ribu ha. Pamornya menurun lagi menjadi rata-rata 40–50 ribu hektare per tahun sejak itu.

Salah satu persoalan utama adalah sifat PSR yang bersifat voluntary—artinya, bergantung pada kemauan dan kesiapan petani atau pekebun sawit. Bila saat itu harga tandan buah segar (TBS) sedang tinggi, mereka lebih memilih menikmati panen ketimbang replanting.

Masalah legalitas lahan menjadi penghambat serius: banyak petani kesulitan membuktikan bahwa lahannya bukan bagian dari kawasan hutan atau tidak tumpang tindih dengan HGU perusahaan lain.
Ahli dari IPB, Budi Mulyanto, menyebut hal ini sebagai kendala utama. Solusinya sederhana—desa bisa menerbitkan surat keterangan, menggantikan sertifikat resmi, agar proses PSR lebih lancar.

Masalah administratif juga memperlambat PSR. Sinkronisasi antara Kementerian Pertanian, ATR/BPN, dan KLHK butuh perbaikan agar perijinan lahan lebih luwes.

Pada 2023, realisasi PSR meningkat ke 52.582 ha (sekitar 29 % dari target), naik dari 17.908 ha di tahun sebelumnya. Meski demikian, masih di bawah target 180 ribu ha.