Musim Hujan Lebih Cepat, Ancaman Hidrometeorologi Mengintai Indonesia
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa musim hujan tahun 2025/2026 akan datang lebih awal dibandingkan kondisi normal. Dari...
Read moreIndonesia semakin mantap melangkah ke panggung antariksa global dengan rencana besar membangun bandar antariksa di Tanah Air. Dua wilayah unggulan yang tengah dipertimbangkan adalah Biak di Papua dan Morotai di Maluku Utara.
Kedua lokasi tersebut dipandang sangat strategis, bukan hanya untuk kepentingan nasional, tetapi juga misi internasional. Kepala Pusat Riset Teknologi Satelit BRIN, Wahyudi Hasbi, menegaskan bahwa keunggulan terbesar Biak dan Morotai terletak pada posisinya yang dekat dengan garis khatulistiwa.
Menurutnya, peluncuran dari wilayah ekuator jauh lebih efisien dibandingkan dengan negara-negara subtropis. “Posisi ini memungkinkan penghematan bahan bakar roket untuk mencapai orbit, sehingga lebih kompetitif di pasar global,” ujarnya saat ditemui di sela peluncuran Satelit Nusantara Lima milik PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) di Orlando, Amerika Serikat.
Selain faktor geografis, Biak dan Morotai memiliki jalur penerbangan roket yang aman karena menghadap langsung ke laut lepas di arah timur dan utara. Hal ini mengurangi risiko terhadap permukiman penduduk, sesuai standar keamanan internasional. Studi awal BRIN, yang sebelumnya bernama LAPAN, juga menguatkan potensi besar kedua daerah untuk menjadi bandar antariksa kelas dunia.
Meskipun peluang besar terbuka lebar, proyek ini juga menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari regulasi hingga isu lingkungan. Wahyudi menjelaskan bahwa BRIN tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan Bandar Antariksa, yang mengadopsi standar keselamatan dari negara-negara maju. RPP tersebut kini menunggu persetujuan Presiden.
Salah satu perhatian utama adalah persoalan tanah adat, terutama di Biak. BRIN menegaskan akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah sesuai dengan UU Otonomi Khusus Papua untuk memastikan hak masyarakat adat tetap terlindungi.
Dukungan regulasi juga datang dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, menekankan bahwa pembangunan bandar antariksa membutuhkan kerangka hukum yang efisien agar biaya peluncuran tidak membebani.
“Indonesia punya keunggulan geografis di khatulistiwa, sehingga harus dimanfaatkan dengan optimal. Namun, regulasi yang jelas sangat penting untuk mendorong efisiensi dan daya saing,” ujarnya.
Staf Khusus Menkomdigi, Arnanto Nur Prabowo, menambahkan bahwa rencana ini sejalan dengan lima program prioritas Presiden. Ia bahkan menargetkan Biak sudah bisa beroperasi pada 2027 atau 2028. Menurutnya, bandar antariksa Indonesia kelak tidak hanya melayani peluncuran satelit nasional, tetapi juga internasional, terutama untuk orbit rendah bumi (LEO).
Tidak hanya pemerintah, pihak swasta juga menunjukkan antusiasme besar. CEO PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), Adi Rahman Aidwoso, menilai pembangunan bandar antariksa sebagai langkah vital untuk masa depan.
“Siapa yang menguasai low earth orbit, dialah yang menguasai masa depan. Saya ingin Indonesia punya bandar antariksa pada 2027,” ujarnya penuh semangat.
PSN bahkan siap menginvestasikan USD 50 juta untuk mendukung proyek ini. Adi menekankan bahwa peluncuran dari Biak bisa membawa keuntungan signifikan. Sebagai contoh, dengan mesin yang sama, roket dari Biak mampu membawa muatan hingga 900 kilogram, sementara dari India hanya 600 kilogram. Efisiensi ini berpotensi menghemat sekitar USD 3,6 juta per peluncuran.
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, yang kini menjabat Ketua Dewan Pembina Asosiasi Antariksa Indonesia (ARIKSA), turut memberikan pandangan. Ia menyoroti aspek historis Morotai, yang pernah menjadi pangkalan strategis Sekutu di bawah komando Jenderal MacArthur pada Perang Dunia II.
“Dulu Morotai punya nilai strategis di Pasifik, kini saatnya kita manfaatkan untuk kepentingan antariksa,” ujarnya.
Dengan prediksi World Economic Forum bahwa ekonomi antariksa global akan mencapai USD 1,8 hingga 2,3 triliun pada 2035, peluang ekonomi yang ditawarkan proyek ini sangatlah besar.
Pembangunan bandar antariksa di Biak dan Morotai bukan hanya sekadar proyek teknologi, melainkan juga simbol kemandirian bangsa. Keberadaan fasilitas ini akan menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara yang telah lebih dahulu menguasai teknologi antariksa, seperti India dan China.
Lebih dari itu, bandar antariksa di Tanah Air akan menjadi kebanggaan nasional yang menunjukkan kemampuan Indonesia untuk mengambil peran dalam percaturan global. Dukungan regulasi yang tepat, keterlibatan swasta, serta kolaborasi dengan masyarakat lokal diharapkan dapat mempercepat terwujudnya cita-cita besar ini.
TrenMedia.co.id, sebuah portal informasi digital yang hadir untuk menyajikan berita, artikel, dan tren terbaru. Kami percaya bahwa informasi yang tepat, akurat, dan relevan adalah kunci untuk membuka wawasan masyarakat di era serba cepat ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa musim hujan tahun 2025/2026 akan datang lebih awal dibandingkan kondisi normal. Dari...
Read moreDi era digital seperti sekarang, gadget bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan penunjang produktivitas. Pelajar membutuhkan gadget untuk belajar daring,...
Era kecerdasan buatan (AI) telah mengubah cara manusia bekerja, belajar, dan berinteraksi dengan teknologi. Jika dulu komputer hanya digunakan untuk...