Assata Shakur Wafat di Kuba: Dari Buronan FBI hingga Ikon Perlawanan

Kehidupan dan Akhir Hidup Assata Shakur di Kuba

Pada tanggal 25 September 2025, media Kuba dan sumber resmi melaporkan kabar meninggalnya Joanne Deborah Byron, yang lebih dikenal sebagai Assata Shakur. Kematian terjadi di kota Havana dengan penyebab yang disebut sebagai kondisi kesehatan dan usia lanjut.

Kabar ini kemudian dikonfirmasi oleh putrinya, Kakuya Shakur, melalui unggahan di media sosial. Menurut keterangannya, pada sekitar pukul 13.15 waktu Kuba, ibunya “menghembuskan napas terakhir”.

Awal Lahir: Dari Joanne Byron ke Assata Shakur

Assata lahir pada 16 Juli 1947 di Queens, New York, sebagai Joanne Deborah Byron. Dia kemudian dibesarkan di Wilmington, North Carolina, di tengah era segregasi rasial.

Dalam perkembangannya, dia mengganti namanya menjadi Assata Olugbala Shakur—yang menurut makna namanya mengandung unsur perjuangan dan rasa syukur—sebagai bagian dari identitas politik dan spiritualnya.

Pada era 1960-an, Assata aktif dalam gerakan sipil dan gerakan hak-hak warga kulit hitam. Dia pernah bergabung dengan kelompok Black Panther Party dan kemudian beralih ke Black Liberation Army (BLA).

Tuduhan, Pengadilan, dan Kaburnya dari Penjara

Perjalanan kontroversial Assata mencapai puncaknya ketika ia dituduh terlibat dalam insiden tembak‑menembak pada 2 Mei 1973 di jalan tol New Jersey. Dalam kejadian itu, dia dengan beberapa rekannya dihentikan oleh seorang petugas polisi negara bagian—insiden yang berujung pada kematian petugas Werner Foerster.

Setelah proses pengadilan, pada tahun 1977 Assata dinyatakan bersalah atas pembunuhan petugas tersebut—meskipun ia dan pendukungnya selalu membantah keterlibatannya langsung.

Dua tahun kemudian—pada tahun 1979—Assata berhasil melarikan diri dari penjara Clinton Correctional Facility for Women, dalam aksi yang diklaim dibantu oleh anggota BLA dan sumber eksternal.

Setelah kaburnya, kehidupan Assata menjadi buron internasional. Pemerintah AS menjadikan dia sebagai salah satu nama paling diburu di daftar FBI “Most Wanted”, dengan imbalan jutaan dolar bagi yang mampu membantu penangkapannya.

Eksil di Kuba: Asimilasi dan Aktivisme

Di Kuba, Assata diberikan suaka politik dan hidup dalam status eksil. Dia menghabiskan sisa hidupnya di Havana, di mana dia terus aktif menulis, berbicara, dan mempertahankan sikap pemberontak terhadap kebijakan rasial dan sistem penegakan hukum AS.

Walau berada jauh dari tanah airnya, nama Assata tetap menjadi simbol perlawanan bagi sejumlah komunitas aktivis Black di AS dan dunia. Buku autobiografinya, Assata: An Autobiography, menjadi salah satu karya yang banyak dirujuk dalam studi ras, keadilan, dan perlawanan politik.

Reaksi Internasional dan Warisan yang Kompleks

Kematian Assata memicu sorotan ulang atas konflik panjang antara AS dan Kuba mengenai permintaan ekstradisi. Pemerintah Amerika Serikat selama ini menolak suaka Kuba terhadapnya dan berulang kali menekan agar dia dikembalikan untuk menghadapi hukum. Namun Kuba menegaskan bahwa mereka tidak akan mengekstradisi Assata, dengan menganggapnya sebagai tahanan politik.

Di Amerika Serikat, reaksi beragam muncul. Bagi sebagian pihak yang melihatnya sebagai tersangka kriminal, kematiannya dianggap sebagai kegagalan sistem hukum. Namun di kalangan pendukung keadilan rasial, Assata tetap dipandang sebagai simbol perlawanan terhadap penindasan ras dan ketidakadilan sistemik.

Beberapa aktivis dan akademisi menyebut bahwa karya sastra, pidato, dan keberanian Assata menyuarakan narasi yang selama ini terpinggirkan, terutama kisah individu kulit hitam yang melawan diskriminasi sistemik.