Heboh! Gerobak Ketoprak di Depok Hancur karena Penjual Tolak Utang

Depok—sebuah kejadian kecil berubah jadi heboh. Seorang pria berinisial KB (30) mengamuk dan merusak gerobak penjual ketoprak di Jalan Siliwangi, Pancoran Mas, Depok, karena kesal saat ditagih utang Rp 3.000 yang ditolak penjual. Insiden itu langsung viral di media sosial, tak lama sebelum polisi tiba dan menahan pelaku.

Awalnya tampak seperti masalah sepele—utang beberapa ribu rupiah—namun ledakan emosinya begitu kuat hingga menyebabkan perusakan di tempat penjual ketoprak mencari nafkah. Penjual yang menolak utang tersebut jadi korban amarah spontan sang pria.

Tak berlama-lama, polisi bergerak cepat. KB berhasil ditangkap tak lama setelah kejadian, dan kini telah diamankan pihak berwajib untuk diperiksa lebih lanjut. Tidak dijelaskan apakah ada motif terselubung di balik kemarahan kecil itu—apakah pengaruh emosi sesaat atau ada problem lain yang dipicu skala kecil.

Peristiwa ini langsung jadi bahan pergunjingan di media sosial dan berita berita regional. Seseorang merekam kebrutalan tersebut—tangan yang memukul, gerobak kayu berderit, pecahan kayu beterbangan—semua terekam dalam video pendek yang menyebar cepat, memicu debat publik soal perilaku di ruang publik.

Kasus ini mengingatkan bahwa konflik ekonomi kecil—utang tipis, perbedaan pembayaran—bisa jadi pemicu konflik besar jika disertai ledakan emosional. Penjual kecil, yang menggantungkan hidup dari gerobak dan dagangannya, rentan terhadap dampak negatif semacam ini. Bagaimana masyarakat dapat lebih bijak meredam emosi maupun naikkan toleransi terhadap sesama? Di saat yang sama, bagaimana pelaku kecil seperti penjual juga dilindungi oleh hukum agar tak menjadi korban kekerasan tak terkendali?