“Protes Brutal di Nepal: Massa Bakar Gedung Pemerintah dan Menyerang Menteri
Nepal kini berada dalam pusaran kekacauan politik. Ratusan pemuda—terutama generasi Z—berunjuk rasa besar menentang pencabutan akses media sosial dan mengecam...
Read moreNepal kembali diterpa gelombang krisis politik dan sosial yang menegangkan. Demonstrasi besar-besaran yang dipicu pelarangan media sosial oleh pemerintah berkembang menjadi aksi kekerasan yang menelan banyak korban jiwa. Salah satu tragedi paling mengerikan adalah tewasnya Ribyalaxmi Chitrakar, istri mantan Perdana Menteri Jhala Nath Khanal, setelah rumah mereka di kawasan Dallu, Kathmandu, dibakar oleh massa yang marah.
Pada Selasa malam, suasana mencekam melanda ibu kota Nepal. Ribuan massa turun ke jalan membawa kemarahan terhadap keputusan pemerintah yang dianggap mengekang kebebasan. Amarah itu meluas menjadi penyerangan ke berbagai simbol negara dan rumah tokoh politik.
Rumah mantan Perdana Menteri Jhala Nath Khanal menjadi salah satu sasaran. Massa menyerbu, melemparkan benda-benda mudah terbakar, dan membakar habis bangunan itu. Ribyalaxmi Chitrakar yang berada di dalam rumah sempat dievakuasi dalam keadaan luka bakar parah dan dilarikan ke Kirtipur Burn Hospital, namun nyawanya tak tertolong.
Tragedi ini menambah panjang daftar korban kerusuhan yang sudah berlangsung selama beberapa hari terakhir. Menurut laporan media internasional, lebih dari 20 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Kerusuhan yang mengguncang Nepal berawal dari kebijakan pemerintah melarang penggunaan media sosial populer. Langkah ini memicu amarah generasi muda, terutama kalangan Gen-Z, yang merasa kebebasan berekspresi mereka dirampas.
Bagi generasi muda Nepal, media sosial bukan sekadar hiburan, tetapi juga sarana informasi, jaringan sosial, hingga wadah gerakan politik. Larangan tersebut dianggap sebagai bentuk otoritarianisme baru, sehingga memantik aksi protes besar yang awalnya damai.
Namun, ketidakpuasan mendalam terhadap elit politik yang dianggap korup dan gagal membawa kemajuan memperbesar eskalasi. Protes kemudian berubah menjadi gelombang kerusuhan dengan pembakaran gedung parlemen, kantor pemerintah, hingga rumah politisi senior.
Demonstran di jalanan tidak hanya menolak larangan media sosial, tetapi juga mendesak dilakukannya reformasi besar dalam sistem politik Nepal. Mereka menuding elit pemerintahan hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan rakyat.
Teriakan “reformasi” dan “pemerintahan bersih” menggema di berbagai kota. Bahkan, sejumlah menteri dan pejabat negara harus dievakuasi menggunakan helikopter militer karena situasi semakin berbahaya.
Presiden Nepal, Ram Chandra Poudel, menyerukan ketenangan dan membuka peluang dialog dengan demonstran. Namun, pernyataan itu belum mampu meredam kemarahan massa yang terlanjur meluas.
Militer Nepal turun tangan untuk mengendalikan situasi. Pasukan keamanan ditempatkan di titik-titik strategis, termasuk di sekitar gedung parlemen, kantor perdana menteri, serta kediaman pejabat tinggi. Meski begitu, bentrokan masih terus pecah di berbagai wilayah.
Bagi Jhala Nath Khanal, tragedi ini menjadi pukulan yang amat dalam. Sang istri, Ribyalaxmi Chitrakar, adalah sosok yang selama ini mendampinginya dalam perjalanan politik. Kehilangan secara tragis akibat aksi massa tentu meninggalkan luka berat, sekaligus simbol dari betapa parahnya krisis yang sedang menjerat Nepal.
Kematian Ribyalaxmi juga memicu perdebatan tentang batasan demonstrasi. Sebagian pihak menilai kemarahan rakyat memang beralasan, tetapi cara kekerasan justru memperburuk keadaan dan mengorbankan warga tak bersalah.
Kerusuhan ini tak hanya berdampak pada keamanan, tetapi juga mengguncang stabilitas politik Nepal. Perdana Menteri saat ini, K.P. Sharma Oli, bahkan mendapat tekanan kuat hingga akhirnya memilih mundur dari jabatannya.
Kekosongan kepemimpinan memperparah krisis. Sementara itu, masyarakat sipil, organisasi internasional, hingga kelompok HAM mulai mendesak adanya mediasi global agar Nepal tidak terjerumus ke dalam konflik yang lebih dalam.
Tragedi di Nepal mendapat perhatian luas dari dunia internasional. Media-media besar seperti The Washington Post, Reuters, dan Associated Press menyoroti insiden pembakaran rumah eks-PM Khanal yang menewaskan istrinya sebagai simbol dari eskalasi berbahaya.
Sejumlah negara tetangga, termasuk India dan Tiongkok, juga mengeluarkan pernyataan keprihatinan. Mereka mendorong stabilitas Nepal tetap terjaga, mengingat negara tersebut memiliki posisi strategis di kawasan Asia Selatan.
Kematian Ribyalaxmi Chitrakar mempertegas bahwa krisis di Nepal bukan sekadar isu politik biasa. Ini adalah cerminan kekecewaan rakyat terhadap sistem yang mereka anggap tidak adil.
Masyarakat kini menunggu langkah nyata dari pemerintah transisi, apakah akan benar-benar membuka jalan reformasi atau justru memperketat kontrol.
TrenMedia.co.id, sebuah portal informasi digital yang hadir untuk menyajikan berita, artikel, dan tren terbaru. Kami percaya bahwa informasi yang tepat, akurat, dan relevan adalah kunci untuk membuka wawasan masyarakat di era serba cepat ini.
Nepal kini berada dalam pusaran kekacauan politik. Ratusan pemuda—terutama generasi Z—berunjuk rasa besar menentang pencabutan akses media sosial dan mengecam...
Read moreKegagalan Timnas U-23 Indonesia menembus Piala Asia U-23 2026 membuka pertanyaan besar tentang nasib pelatih asal Belanda, Gerald Vanenburg. Hal...
Tape Singkong, Superfood Nusantara yang Sering Diremehkan Selama ini banyak orang beranggapan bahwa makanan sehat selalu identik dengan harga mahal...