Cara Aman Memberi Gadget ke Anak agar Tetap Sehat dan Terarah
Memberikan gadget kepada anak masih menjadi topik yang sering memicu perdebatan di kalangan orang tua. Di satu sisi, teknologi sudah...
Read more
Di setiap keluarga, pertengkaran antar saudara kandung adalah hal yang hampir tak bisa dihindari. Mulai dari rebutan mainan, saling iri karena perhatian orangtua, hingga konflik serius saat remaja, semuanya bisa menjadi pemicu.
Menurut Kompas, meskipun sering dianggap sepele, pertengkaran yang dibiarkan bisa berdampak buruk terhadap hubungan keluarga dan kondisi emosional anak-anak. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memahami peran mereka dalam meredam konflik dan membimbing anak menyelesaikannya secara sehat.
Jeff Garofano, PhD, seorang psikolog anak dari Johns Hopkins Children’s Center, menjelaskan bahwa konflik antar saudara adalah bagian dari proses tumbuh kembang yang normal. Namun, orangtua tetap perlu hadir sebagai penyeimbang agar konflik tidak menjadi kebiasaan buruk.
“Pertengkaran antar saudara kandung dalam tingkat ringan merupakan hal yang wajar di masa kanak-kanak dan bahkan dapat berkontribusi pada proses perkembangan dan pematangan yang penting,” jelas Garofano.
Ia juga menegaskan bahwa konflik menjadi masalah ketika mengandung kekerasan fisik, intimidasi, atau menyebabkan rasa takut pada salah satu anak.
Jenis pertengkaran bisa berbeda tergantung usia anak:
Balita: sering bertengkar karena tidak mau berbagi atau ingin perhatian lebih
Anak usia SD: muncul konflik karena merasa tidak adil terhadap peran dalam keluarga
Remaja: lebih sering berselisih karena masalah privasi, perangkat elektronik, atau popularitas di lingkungan sosial
Semakin dini orangtua memahami pola ini, semakin cepat bisa mengembangkan strategi untuk membantu anak menyelesaikan konflik secara sehat.
Berikut beberapa pendekatan yang bisa diterapkan orangtua dalam menghadapi konflik antar saudara di rumah:
Anak-anak adalah peniru ulung. Mereka belajar menyelesaikan masalah dari cara orangtua bertindak sehari-hari.
“Ketika Anda berselisih paham atau bertengkar dengan pasangan Anda, contohkanlah jenis penyelesaian konflik yang Anda ingin anak-anak Anda tiru,” ujar Garofano.
Misalnya, ketika pasangan berselisih, hindari teriak-teriakan. Tunjukkan cara berdiskusi, menyampaikan pendapat, lalu saling meminta maaf jika diperlukan. Anak-anak yang melihat ini akan belajar bahwa konflik bukanlah akhir dari kasih sayang, melainkan bisa diselesaikan dengan sikap dewasa.
Orangtua sering kali lebih fokus pada perilaku negatif, padahal momen damai antar anak juga perlu dihargai.
Ketika anak-anak bermain bersama tanpa bertengkar, bergantian main game, atau berbagi makanan, orangtua bisa mengapresiasi dengan kalimat sederhana:
“Senang sekali lihat kalian hari ini bisa main bareng tanpa rebutan.”
Menurut Garofano, memuji perilaku positif yang ingin dilihat lebih sering adalah strategi yang efektif untuk mendorong anak mengulang perilaku baik.
Selain pujian verbal, orangtua juga bisa membuat sistem penghargaan sederhana, seperti memberi poin untuk perilaku positif.
Contoh sistem:
1 poin untuk menyelesaikan tugas bersama tanpa ribut
2 poin untuk membantu adik atau kakak
Bonus poin jika ketahuan bermain bersama dengan damai
Ikuti Saluran Resmi Trenmedia di WhatsApp!
Dapatkan berita terkini, tren viral, serta tips inspiratif langsung dari redaksi.
📱 Saluran Trenmedia 🍳 Saluran Resep Masakan Viral
Klik dan bergabung sekarang – update terbaru langsung masuk ke WhatsApp kamu!
Jalan kaki dikenal sebagai aktivitas fisik sederhana yang mudah dilakukan siapa saja. Namun muncul pertanyaan, berapa sebenarnya jumlah langkah kaki...
Hipertensi atau tekanan darah tinggi selama ini identik dengan penyakit orang tua. Namun kenyataannya, kondisi ini kini semakin banyak ditemukan...