Libur Nataru Makin Mudah Nikmati Tarif Spesial LRT Jabodebek Maksimal Rp 10 Ribu
Bagi masyarakat yang berencana bepergian menggunakan LRT Jabodebek selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026, ada kebijakan tarif yang...
Read more
Tragedi ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat (7/11/2025), meninggalkan pertanyaan besar mengenai kondisi mental dan sosial remaja masa kini. Berdasarkan keterangan dari Polda Metro Jaya, siswa pelaku yang berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH) terekam dalam sejumlah CCTV sekolah sebelum melakukan aksinya.
Gestur-gestur yang terekam itu, ternyata menggambarkan dinamika psikologis yang cukup kompleks, mulai dari sikap tertutup, perasaan terisolasi, hingga ketertarikan terhadap kekerasan.
Menurut Dirreskrimsiber Polda Metro Jaya Kombes Roberto Gomgom Manorang Pasaribu, rekaman CCTV memperlihatkan siswa tersebut datang ke sekolah pukul 06.28 WIB dengan membawa dua tas, masing-masing berwarna merah dan biru. Ia mengenakan seragam lengkap dan berjalan menuju koridor ruang kepala sekolah.
Menjelang waktu salat Jumat, sekitar pukul 11.43 WIB, siswa itu terlihat kembali melintas menuju masjid dengan tas merah di punggungnya. Ia berjalan tanpa alas kaki dan sudah tidak memakai celana luar seragam. Dalam keterangan Roberto, pelaku tampak memantau situasi di sekitar masjid sebelum akhirnya masuk membawa tas tersebut.
Sekitar pukul 12.05 WIB, kamera merekam perubahan signifikan. Siswa itu melepas seragam sekolahnya, mengenakan kaus putih dan celana hitam, serta terlihat menenteng senjata mainan. “Anak tersebut tampak mengarahkan senjata mainan ke arah masjid sebelum muncul cahaya merah dan asap putih dari dalam masjid,” kata Roberto dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya.
Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menjelaskan, pelaku dikenal sebagai pribadi yang tertutup dan jarang bergaul. Ia lebih banyak menghabiskan waktu sendirian dan memiliki ketertarikan terhadap konten bernuansa kekerasan.
“Berdasarkan keterangan yang kami himpun, ABH yang terlibat dikenal sebagai pribadi tertutup, jarang bergaul, dan tertarik pada konten ekstrem,” ujar Asep.
Sementara itu, Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Iman Imanuddin menambahkan bahwa aksi pelaku didorong oleh perasaan kesepian mendalam. Ia merasa tidak memiliki tempat untuk menyampaikan keluh kesah, baik di rumah maupun di sekolah. “Dorongannya berasal dari rasa sendiri, merasa tidak punya tempat untuk bercerita di lingkungan keluarga maupun sekolah,” jelasnya.
Penelusuran lebih jauh dilakukan oleh Densus 88 Antiteror Polri. Menurut AKBP Mayndra Eka Wardhana, pelaku mulai menunjukkan tanda-tanda keresahan sejak awal tahun 2025. Ia menyimpan dendam terhadap perlakuan orang-orang di sekitarnya dan mulai mencari konten kekerasan di dunia maya.
“Yang bersangkutan merasa tertindas dan kesepian, lalu mencari tahu tentang kematian dan kekerasan. Ia bahkan bergabung dengan komunitas yang mengagumi tindakan kekerasan di media sosial,” ungkap Mayndra.
Ikuti Saluran Resmi Trenmedia di WhatsApp!
Dapatkan berita terkini, tren viral, serta tips inspiratif langsung dari redaksi.
📱 Saluran Trenmedia 🍳 Saluran Resep Masakan Viral
Klik dan bergabung sekarang – update terbaru langsung masuk ke WhatsApp kamu!
Jalan kaki dikenal sebagai aktivitas fisik sederhana yang mudah dilakukan siapa saja. Namun muncul pertanyaan, berapa sebenarnya jumlah langkah kaki...
Hipertensi atau tekanan darah tinggi selama ini identik dengan penyakit orang tua. Namun kenyataannya, kondisi ini kini semakin banyak ditemukan...