QRIS Dorong Ketangguhan Ekonomi Digital Indonesia
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyoroti keberhasilan sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai simbol ketangguhan ekonomi digital Indonesia. Menurut Airlangga, sistem ini membuat Indonesia semakin percaya diri menghadapi tantangan global, termasuk potensi ancaman tarif dari negara lain seperti Amerika Serikat (AS).
“Jadi jangan khawatir di bidang digital itu kita kalah, kita di digital ini sangat menguasai. Bahkan, ekonomi digital kita US$150 miliar (sekitar Rp2.400 triliun) dan tidak takut terhadap tarif-tarifan. Karena barangnya itu bisa berjalan,” kata Airlangga dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).
Menurutnya, nilai ekonomi digital Indonesia pada 2025 diperkirakan mencapai US$150 miliar, didukung oleh keberhasilan implementasi QRIS yang kini sudah meluas hingga ke luar negeri.
QRIS Lampaui Kartu Kredit dan Diterapkan di Luar Negeri
Airlangga menyampaikan bahwa saat ini pengguna QRIS telah menembus 56 juta pengguna, jauh melampaui jumlah pengguna kartu kredit di Indonesia yang tercatat sekitar 18,8 juta berdasarkan data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) per Juni 2025.
“QRIS rupanya menyalip penggunaan credit card. Makanya berbagai operator mulai jengah melihat bagaimana kita bisa bergerak cepat dan jumlah pengguna QRIS sudah 56 juta. Jadi kita mempunyai resilience,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia telah menandatangani kesepakatan Local Currency Transaction (LCT) dengan sejumlah negara untuk memperluas penerapan QRIS lintas batas. Melalui kerja sama ini, QRIS dapat digunakan di Malaysia, Thailand, Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, hingga Uni Emirat Arab (UEA).
Airlangga menegaskan, perkembangan ekonomi digital ini menjadi katalis utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju target 8 persen. Ia menambahkan bahwa salah satu indikator kekuatan ekonomi digital dapat dilihat dari meningkatnya sektor logistik dan pergudangan di tanah air.
“Salah satu tanda-tanda perkembangan ekonomi digital adalah bisnis logistik dan warehouse yang tumbuhnya 8 persen, jauh di atas pertumbuhan ekonomi,” kata Airlangga.
QRIS Jadi Sorotan Amerika Serikat
Meski sukses di dalam negeri, sistem QRIS sempat menjadi sorotan Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan bahkan masuk dalam pembahasan negosiasi tarif antara Indonesia-AS. Dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) pada Maret 2025, pihak AS menilai kebijakan QRIS dianggap belum sepenuhnya transparan terhadap pemangku kepentingan internasional.
“Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia pembayaran dan bank, khawatir selama proses pembuatan kebijakan kode QR BI, para pemangku kepentingan internasional tidak diberi tahu tentang perubahan yang mungkin terjadi atau diberi kesempatan untuk menjelaskan pandangan mereka,” tulis laporan USTR.
Namun, Airlangga memastikan bahwa regulasi pembayaran digital Indonesia tetap mengedepankan kedaulatan ekonomi nasional serta interoperabilitas internasional agar tetap kompetitif di pasar global.
Dengan ekosistem digital yang terus tumbuh pesat dan adopsi QRIS yang masif, Indonesia diyakini mampu memperkuat posisinya sebagai salah satu kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Referensi:
DetikFinance