Libur Nataru Makin Mudah Nikmati Tarif Spesial LRT Jabodebek Maksimal Rp 10 Ribu
Bagi masyarakat yang berencana bepergian menggunakan LRT Jabodebek selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026, ada kebijakan tarif yang...
Read more
Fenomena jasa nikah siri yang viral di aplikasi TikTok memantik perhatian serius dari berbagai kalangan keagamaan dan hukum. Ketua PBNU Bidang Keagamaan, Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, menilai praktik tersebut sangat berbahaya, khususnya karena perempuan berada pada posisi paling rentan. Dalam beberapa video yang beredar, layanan nikah siri ditawarkan dengan konsep praktis, tanpa perlu menyewa gedung, dan dikemas seolah sebagai solusi mudah bagi pasangan yang ingin menikah cepat. Namun, menurut berbagai ahli, kemudahan tersebut justru menghadirkan risiko hukum yang besar.
Menurut Gus Fahrur, nikah siri tidak memiliki ikatan hukum yang sah. Jika terjadi konflik, kekerasan, penelantaran, atau masalah kewarisan, maka tidak ada dasar legal yang dapat digunakan untuk menyelesaikan perkara di pengadilan. Dalam konteks ini, perempuan menjadi pihak paling dirugikan karena kehilangan akses terhadap perlindungan, hak nafkah, hingga pengakuan hukum terhadap anak. Ia menegaskan bahwa ketidakadaan pencatatan pernikahan membuka peluang besar terjadinya kerugian yang tidak dapat digugat secara formal.
Pada saat yang sama, video jasa nikah siri yang viral menunjukkan bahwa praktik tersebut telah dikomersialkan secara terbuka. Jasa yang ditawarkan meliputi penyediaan penghulu dan proses akad sederhana, lengkap dengan biaya tertentu. Menurut sejumlah tokoh keagamaan, komersialisasi ini memperkuat kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan, mulai dari penipuan hingga prostitusi terselubung. Apalagi, konteks transaksional dalam pernikahan tidak memiliki payung hukum yang mencegah eksploitasi terhadap pihak yang lebih lemah.
Dalam penjelasannya, Gus Fahrur menekankan bahwa pernikahan siri yang tidak tercatat melanggar ketentuan undang-undang. Berdasarkan ketentuan hukum nasional, seluruh pernikahan harus dicatatkan agar memiliki kekuatan hukum. Tanpa pencatatan, status pernikahan tersebut tidak diakui negara. Konsekuensinya, jika terjadi insiden yang merugikan, seperti perceraian atau penelantaran, perempuan tidak memiliki bukti legal yang dapat digunakan untuk menuntut hak-hak mereka.
Selain itu, tidak adanya data resmi membuat anak dari pernikahan siri rawan tidak mendapatkan pengakuan hukum. Hal ini dapat berdampak luas, termasuk kesulitan dalam mengurus administrasi seperti akta kelahiran dan hak sosial lainnya. Menurut sejumlah pengamat hukum keluarga, kerentanan perempuan juga meningkat karena tidak ada mekanisme perlindungan ketika mereka mengalami kekerasan atau penipuan dalam hubungan siri tersebut.
Fenomena jasa nikah siri yang dipromosikan melalui media sosial juga mengundang kekhawatiran dari sisi regulasi digital. Layanan berbasis video pendek memungkinkan penyedia jasa menjangkau audiens luas dengan cepat, tanpa pengawasan yang ketat. Dalam banyak kasus yang muncul di platform digital, jasa semacam ini tidak memiliki izin, tidak transparan, dan cenderung memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat.
Ikuti Saluran Resmi Trenmedia di WhatsApp!
Dapatkan berita terkini, tren viral, serta tips inspiratif langsung dari redaksi.
📱 Saluran Trenmedia 🍳 Saluran Resep Masakan Viral
Klik dan bergabung sekarang – update terbaru langsung masuk ke WhatsApp kamu!
Insiden wisatawan tenggelam kembali terjadi di Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Wisatawan diimbau tidak berenang di sejumlah titik pantai karena terdapat...
Langkah Jay Idzes menuju San Siro terus menjadi sorotan. Bek Timnas Indonesia yang kini tampil solid bersama Sassuolo disebut siap...