Libur Nataru Makin Mudah Nikmati Tarif Spesial LRT Jabodebek Maksimal Rp 10 Ribu
Bagi masyarakat yang berencana bepergian menggunakan LRT Jabodebek selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026, ada kebijakan tarif yang...
Read more
Kecelakaan maut yang melibatkan bus pariwisata kembali terjadi di Tol Trans Jawa KM 312B arah Semarang–Jakarta, tepatnya di Pemalang, Jawa Tengah, pada Sabtu (25/10/2025) pagi sekitar pukul 08.25 WIB.
Insiden tersebut menewaskan empat orang dan menyebabkan belasan lainnya luka-luka.
Menurut Kasat Lantas Polres Pemalang, AKP Arief Wiranto, kecelakaan itu menelan korban jiwa cukup banyak.
“Korban meninggal dunia ada empat orang, satu luka berat, dan 13 luka ringan. Sementara 16 lainnya selamat,” kata Arief.
Dugaan awal menyebutkan bus mengalami rem blong saat melintas di jalur menurun dan menikung.
Riyan (35), seorang tour leader yang selamat dari kecelakaan, mengaku sopir sempat mengeluh soal sistem rem sebelum bus terguling.
“Sopir sempat bilang remnya los, nggak bisa ngerem,” ujarnya.
Meski sopir sudah berusaha menurunkan gigi dan menarik rem tangan, kendaraan tetap tak terkendali hingga akhirnya terguling di tikungan.
Kecelakaan bus akibat rem blong bukan hal baru di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, insiden serupa terus berulang dan menelan banyak korban.
Menurut Jusri Pulubuhu, praktisi keselamatan berkendara sekaligus Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), pemerintah cenderung fokus pada penyebab langsung, padahal akar masalah ada pada penyebab tidak langsung.
“Ini akan terulang-ulang. Pemerintah sering hanya melihat penyebab langsung, padahal yang harus diperbaiki adalah penyebab tidak langsung,” kata Jusri.
Jusri menjelaskan, penyebab tidak langsung mencakup berbagai aspek mulai dari sistem perawatan kendaraan, rekrutmen sopir, hingga pengawasan pemerintah terhadap perusahaan angkutan.
“Rem blong tadi ada dua penyebab, langsung dan tidak langsung. Penyebab tidak langsung mulai dari praperjalanan, sistem perawatan di perusahaan, hingga lemahnya pengawasan terhadap aturan kelaikan kendaraan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Jusri menyoroti proses rekrutmen sopir kendaraan besar seperti bus dan truk yang kerap dilakukan tanpa pelatihan memadai.
Kebanyakan sopir bus di Indonesia berasal dari mantan kernet yang naik kelas menjadi pengemudi, namun tanpa dibekali pengetahuan teknis yang cukup.
“Kalau sistem rekrutmen sudah salah, otomatis akan melahirkan sopir yang tidak berkualitas. Belum lagi banyak perusahaan yang tidak memberikan pelatihan dan pengembangan,” ujarnya.
Ikuti Saluran Resmi Trenmedia di WhatsApp!
Dapatkan berita terkini, tren viral, serta tips inspiratif langsung dari redaksi.
📱 Saluran Trenmedia 🍳 Saluran Resep Masakan Viral
Klik dan bergabung sekarang – update terbaru langsung masuk ke WhatsApp kamu!
Insiden wisatawan tenggelam kembali terjadi di Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Wisatawan diimbau tidak berenang di sejumlah titik pantai karena terdapat...
Langkah Jay Idzes menuju San Siro terus menjadi sorotan. Bek Timnas Indonesia yang kini tampil solid bersama Sassuolo disebut siap...