Jakarta, 8 September 2025 — Dalam sebuah langkah mengejutkan, Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, mengumumkan pengunduran dirinya sebagai pemimpin dan kepala pemerintahan. Keputusan ini muncul meski ia baru menjabat kurang dari setahun, setelah partainya, Liberal Democratic Party (LDP), menderita kekalahan dalam dua pemilu penting, serta untuk menutup proses pemilihan kepemimpinan internal yang berpotensi menciptakan ketegangan lebih lanjut.
Ishiba menyampaikan bahwa ia memilih mundur setelah berhasil menyelesaikan kesepakatan penting dengan Amerika Serikat—pengurangan tarif terhadap produk Jepang dari 25% menjadi 15%. Menurutnya, detik itu menjadi titik balik mencapai “milestone nasional” sebelum menyerahkan tongkat estafet politik kepada generasi penerus.
Jabatan Ishiba mulai terguncang setelah kekalahan LDP dalam pemilu Parlemen pada Juli lalu, di mana koalisi yang dipimpinnya kehilangan mayoritas di Majelis Tinggi—ditambah sebelumnya juga kalah di Majelis Rendah—mendorong dorongan internal agar ia mundur.
Pengumuman ini dilakukan sehari sebelum rencana pemilihan kepemimpinan internal yang berisiko menjadi mosi tidak percaya virtual terhadapnya. Dengan mundur, Ishiba berharap meminimalisir potensi perpecahan dalam partai di tengah gejolak internal yang meruncing.
Berbagai pihak mempertanyakan arah kebijakan di kemudian hari, terutama mengingat fragilnya dukungan politik LDP. Tokoh seperti Shinjiro Koizumi, Sanae Takaichi, dan Yoshimasa Hayashi disebut sebagai calon kuat pengganti yang mungkin mengambil pendekatan berbeda dalam menghadapi tantangan ekonomi, kebijakan fiskal, dan geopolitik Jepang ke depan.
Bagi analis pasar, momentum ini mempertegas ketidakpastian ekonomi Jepang. Dibayangkan muncul tekanan baru terhadap obligasi pemerintah dan yen, terutama dalam menanti kebijakan fiskal pengganti Ishiba.