Prediksi Elon Musk: Uang dan Gaji Bisa Hilang di Masa Depan
Orang terkaya di dunia sekaligus CEO SpaceX, Elon Musk, kembali melontarkan pandangan futuristik yang memicu perdebatan global. Kali ini, Musk...
Read more
Google kembali membuat gebrakan di bidang teknologi kecerdasan buatan (AI) dengan meluncurkan proyek ambisius bertajuk Project Suncatcher. Melalui program ini, perusahaan berencana membangun pusat data di luar angkasa untuk mendukung komputasi AI berdaya tinggi tanpa ketergantungan pada sumber energi di Bumi.
Menurut laporan The Verge, inisiatif ini dimaksudkan untuk mengatasi keterbatasan energi dan emisi karbon yang selama ini menjadi tantangan utama pengoperasian pusat data AI di planet kita. Google berencana meluncurkan chip AI miliknya, Tensor Processing Units (TPU), menggunakan satelit bertenaga surya yang akan mengorbit Bumi.
Travis Beals, Senior Director Google, menjelaskan bahwa luar angkasa memiliki potensi besar sebagai lokasi pusat data masa depan.
“Di orbit yang tepat, panel surya bisa delapan kali lebih efisien dibandingkan di Bumi karena tidak ada gangguan atmosfer. Dengan begitu, suplai energi dapat berlangsung hampir 24 jam tanpa henti,” kata Beals dalam blog resmi perusahaan.
Keuntungan tersebut diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit listrik berbasis fosil, yang selama ini menyumbang emisi karbon tinggi. Google menilai, dengan energi surya yang melimpah di luar angkasa, efisiensi daya komputasi AI bisa meningkat signifikan.
Selain itu, dengan memindahkan sebagian proses komputasi AI ke orbit, Google juga ingin menciptakan sistem yang lebih stabil, ramah lingkungan, dan berkelanjutan untuk mendukung ekspansi besar-besaran teknologi AI global.
Meskipun potensinya menjanjikan, proyek ini bukan tanpa hambatan. Salah satu masalah utama adalah radiasi tingkat tinggi di luar angkasa yang bisa merusak chip TPU. Untuk itu, Google melakukan serangkaian uji toleransi radiasi terhadap chip tersebut dan menemukan bahwa perangkatnya dapat bertahan hingga lima tahun operasi tanpa kerusakan permanen.
Selain radiasi, komunikasi antar-satelit menjadi tantangan berikutnya. Sistem ini membutuhkan koneksi berkecepatan tinggi hingga puluhan terabit per detik dengan latensi rendah. Namun, kecepatan transmisi data di luar angkasa terbatas oleh jarak dan daya.
Untuk mengatasi hal itu, Google mempertimbangkan formasi satelit yang lebih rapat dengan jarak hanya beberapa kilometer. Konfigurasi ini memungkinkan konektivitas lebih cepat dan hemat energi, sekaligus meminimalkan manuver pendorong untuk menjaga posisi orbit.
Ikuti Saluran Resmi Trenmedia di WhatsApp!
Dapatkan berita terkini, tren viral, serta tips inspiratif langsung dari redaksi.
📱 Saluran Trenmedia 🍳 Saluran Resep Masakan Viral
Klik dan bergabung sekarang – update terbaru langsung masuk ke WhatsApp kamu!
Insiden wisatawan tenggelam kembali terjadi di Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Wisatawan diimbau tidak berenang di sejumlah titik pantai karena terdapat...
Langkah Jay Idzes menuju San Siro terus menjadi sorotan. Bek Timnas Indonesia yang kini tampil solid bersama Sassuolo disebut siap...