Purbaya Tegaskan APBN Tidak Untuk Utang KCIC, Danantara Siapkan Dua Skema

Menkeu Purbaya menegaskan APBN tidak akan menanggung utang proyek kereta cepat. Pemerintah mendorong penyelesaian lewat Danantara dan restrukturisasi. Foto: Urbanist Wanderer
Menkeu Purbaya menegaskan APBN tidak akan menanggung utang proyek kereta cepat. Pemerintah mendorong penyelesaian lewat Danantara dan restrukturisasi. Foto: Urbanist Wanderer

Menkeu Purbaya menegaskan APBN tidak akan menanggung utang proyek kereta cepat

Pemerintah menyatakan sikap tegas terhadap persoalan pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Menurut BBC News Indonesia, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menanggung utang proyek tersebut dan mendorong penyelesaian melalui mekanisme non-APBN.

Pernyataan serupa juga dilaporkan oleh kantor berita Antara, yang mengutip keterangan Menkeu bahwa tanggung jawab penyelesaian pembiayaan sebaiknya berada pada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) atau skema lain yang memisahkan beban pemerintah pusat dari instrumen pembiayaan proyek.


Berapa Besar Beban Utang dan Siapa Terkena Dampaknya

Beberapa laporan menyebut jumlah total utang proyek Whoosh telah mencapai angka besar yang menimbulkan kekhawatiran terhadap kelanjutan pembiayaan. Menurut laporan Liputan6, estimasi beban utang mencapai sekitar Rp 116 triliun, yang memicu pembicaraan intensif soal opsi pembayaran tanpa menyentuh APBN.

Sebagian dari beban ini terkait pembengkakan biaya proyek saat pembangunan, sementara sebagian lain merupakan komitmen pinjaman yang harus dinegosiasikan ulang agar jadwal pembayaran dan suku bunga menjadi lebih berkelanjutan.


Opsi Penyelesaian yang Diajukan Danantara

Chief Operating Officer Danantara, Dony Oskaria, menyampaikan bahwa pihaknya menyiapkan dua skema utama sebagai opsi penyelesaian.
Pertama, menambah injeksi modal atau equity untuk memperkuat neraca perusahaan.
Kedua, mengambil alih atau menyerahkan sebagian infrastruktur kepada pemerintah sebagai bagian dari restrukturisasi.

Opsi-opsi ini dimaksudkan untuk menciptakan solusi jangka panjang tanpa harus memindahkan beban utang ke APBN.

Menurut pernyataan pejabat Danantara, opsi penyerahan infrastruktur dapat mengikuti model proyek lain di mana aset menjadi milik pemerintah atau Badan Layanan Umum (BLU), sementara pengelolaan operasional tetap dijalankan oleh pihak swasta atau entitas profesional.


Negosiasi dengan Mitra China dan Langkah Restrukturisasi

Proses negosiasi restrukturisasi utang disebut sedang berlangsung antara pemerintah, perusahaan pelaksana, dan kreditur dari China.
Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM menyatakan bahwa pembicaraan dengan mitra China sedang dilakukan untuk mencapai struktur pembiayaan yang lebih berkelanjutan.

Pendekatan ini bukan hanya sekadar perbaikan jangka pendek, tetapi juga reformasi pada model pembiayaan proyek agar risiko pembengkakan biaya tidak berulang. Proses ini mencakup evaluasi peran pemilik modal, penjadwalan ulang pembayaran, serta pengawasan biaya proyek agar lebih transparan.


Dampak Ekonomi Jangka Pendek dan Jangka Menengah

Keputusan untuk tidak menggunakan APBN memiliki dua sisi penting.
Di satu sisi, posisi fiskal negara tetap terlindungi dari risiko besar sehingga anggaran untuk pelayanan publik tidak terganggu.
Namun di sisi lain, skema non-APBN memerlukan sumber dana alternatif, seperti dividen BUMN, restrukturisasi utang komersial, atau pengalihan aset.

Menurut analisis para ekonom, penggunaan dividen BUMN untuk menutup utang bisa berdampak pada penurunan kapasitas investasi jangka panjang perusahaan negara pada proyek lain.

Secara sosial, proyek kereta cepat memberikan manfaat nyata berupa efisiensi waktu dan konektivitas. Karena itu, penyelesaian utang perlu dirancang agar layanan operasional tetap berjalan stabil dan tidak mengurangi kepercayaan publik terhadap proyek infrastruktur strategis.


Pembandingan Kasus Serupa dan Pelajaran Kebijakan

Kasus pembiayaan infrastruktur besar dengan pinjaman luar negeri bukan hal baru di banyak negara. Pengalaman internasional menunjukkan pentingnya:

  • Struktur pembiayaan fleksibel agar bisa menyesuaikan perubahan ekonomi global.

  • Klausul force majeure yang jelas untuk mencegah sengketa.

  • Transparansi pelaporan biaya tambahan guna menjaga kepercayaan publik.

✍️ Ditulis oleh: Fadjri Adhi Putra & Fahmi Fahrulrozi
📌 Editor: Redaksi Tren Media

Ikuti Saluran Resmi Trenmedia di WhatsApp!
Dapatkan berita terkini, tren viral, serta tips inspiratif langsung dari redaksi.

📱 Saluran Trenmedia 🍳 Saluran Resep Masakan Viral

Klik dan bergabung sekarang – update terbaru langsung masuk ke WhatsApp kamu!

BERITATERKAIT

BERITATERBARU

INSTAGRAMFEED