Gelombang Radikalisme Sasar Anak di Dunia Maya, Menkomdigi Minta Orang Tua Waspada

Menkomdigi Meutya Hafid menyoroti ratusan anak terpapar terorisme lewat media sosial dan game online, serta meminta orang tua memperketat pengawasan aktivitas digital. (Foto: TB News)
Menkomdigi Meutya Hafid menyoroti ratusan anak terpapar terorisme lewat media sosial dan game online, serta meminta orang tua memperketat pengawasan aktivitas digital. (Foto: TB News)

Menkomdigi Meutya Hafid menyoroti ratusan anak terpapar terorisme lewat media sosial dan game online, serta meminta orang tua memperketat pengawasan aktivitas digital

Ratusan anak di Indonesia disebut telah terpapar jaringan terorisme melalui platform digital, termasuk game online. Temuan tersebut memicu perhatian serius dari Menkomdigi Meutya Hafid, yang meminta orang tua melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas media sosial anak di bawah umur. Menurut Meutya, perlindungan digital tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga orang tua sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan anak saat berinternet.

Meutya menegaskan bahwa aturan dalam PP Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP TUNAS) secara jelas menyebutkan bahwa anak berusia di bawah 13 tahun tidak diperbolehkan memiliki akun media sosial sendiri. Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah berkoordinasi dengan berbagai platform untuk memastikan implementasi aturan tersebut berjalan efektif.

“Untuk orang tua agar selalu mendampingi anak-anaknya dalam berselancar di dunia maya. Untuk menunda akses anak membuat akun agar mengikuti PP TUNAS yang menunda akses akun anak dari 13-18 tahun sesuai profil risiko platform,” kata Meutya, Menteri Komunikasi dan Digital.

Kementerian Komdigi juga mencatat penanganan 8.320 konten bermuatan radikalisme dan terorisme dalam setahun terakhir. Berdasarkan data yang dihimpun, mayoritas konten tersebut ditemukan pada platform digital seperti Meta, Google, Tiktok, X, Telegram, hingga layanan berbagi berkas. Meutya menyebut koordinasi lintas lembaga telah dilakukan bersama Densus 88 dan BNPT untuk mempercepat proses penindakan.

Lonjakan Anak yang Terpapar Terorisme Lewat Dunia Maya

Menurut data dari Densus 88 Antiteror, terdapat kenaikan signifikan jumlah anak yang terpapar paham radikal. Dalam periode 2011–2017, hanya 17 anak yang diamankan karena terlibat jaringan teror. Namun pada 2025, jumlah itu meningkat tajam menjadi sekitar 110 anak yang telah teridentifikasi berasal dari 23 provinsi. Mayoritas berada di Jawa Barat dan DKI Jakarta.

AKBP Mayndra Eka Wardhana, Juru Bicara Densus 88, menjelaskan bahwa proses rekrutmen dilakukan secara daring tanpa interaksi langsung. Paparan awal biasanya disebar melalui platform terbuka seperti Facebook, Instagram, dan sejumlah game online yang menargetkan anak usia 10–18 tahun. “Propaganda awal disebar di platform umum untuk menarik minat anak. Visi utopia yang ditawarkan kerap mewadahi fantasi anak sehingga mereka mudah terbujuk,” kata Mayndra, Juru Bicara Densus 88 Antiteror.

✍️ Ditulis oleh: Fadjri Adhi Putra & Fahmi Fahrulrozi
📌 Editor: Redaksi Tren Media

Ikuti Saluran Resmi Trenmedia di WhatsApp!
Dapatkan berita terkini, tren viral, serta tips inspiratif langsung dari redaksi.

📱 Saluran Trenmedia 🍳 Saluran Resep Masakan Viral

Klik dan bergabung sekarang – update terbaru langsung masuk ke WhatsApp kamu!

BERITATERKAIT

BERITATERBARU

INSTAGRAMFEED